BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah
dicatat.Kelainan perdarahan yang diturunkan yang terjadi pada seorang laki-laki
tercatat dalam berkas Talmud pada Abad Kedua.Sejarah modern dari hemofilia dimulai
pada tahun 1803 oleh John Otto yang menerangkan
adanya anak yang menderita hemofilia. Pada tahun 1820, untuk pertama kalinya
dilakukan ulasan tentang hemofilia oleh Nasse. Pembuktian adanya kecacatan pada
proses pembekuan darah pada hemofilia dilakukan oleh Wright pada tahun 1893.
Namun, faktor VIII (FVIII) belum teridentifikasi hingga tahun 1937 ketika Patek dan Taylor berhasil
mengisolasi faktor pembekuan dari darah, yang saat itu disebut sebagai faktor antihemofilia
(AHF).
Suatu bioasai dari faktor VIII
diperkenalkan pada tahun 1950. Walaupun hubungan antara FVIII dan faktor von Willbrad (vWF)
telah diketahui, namun hal ini tidak disadari saat itu. Pada tahun 1953,
kurangnya faktor VIII pada pasien dengan defisiensi vWF pertama kali
dijelaskan. Penelitian berikutnya oleh Nilson dan kawan-kawan
mengindikasikan adanya interaksi antara 2 faktor pembekuan sebelumnya.
Pada awal tahun 1960an, kriopresipitat adalah
konsentrat yang pertama kali ada untuk terapi hemofilia. pada tahun 1970an, lyophilized
intermediate-purity concentrates atau konsentrat murni liofil
menengah pertama kali dibuat dari kumpulan darah donor. sejak saat itu terapi
hemofilia secara dramatis berhasil meningkatkan harapan hidup penderitanya dan
dapat memfasilitasi mereka untuk pembedahan dan perawatan di rumah
Pada tahun 1980an, risiko tertular penyakit yang berasal dari konsentrat
FVII pertamakali diketahui. kebanyakan pasien dengan hemofilia berat terinfeksi
oleh penyakit hepatitis B dan hepatitis C.
pada akhir tahun 1980an hampir semua pasien hemofilia berat terinfeksi hepatitis A,
hepatitis B,
hepatitis C
dan HIV.
teknik virisidal terbaru kemudian
ditemukan dan efektif membunuh virus-virus tersebut. standar terbaru
tatalaksana hemofilia sekarang menggunakan konsentrat FVIII rekombinan sehingga
dapat menghilangkan risiko tertular virus.
1.2 Rumusan Masalah
a)
Apa devinisi hemofilia ?
b)
Apa etiologi hemofilia ?
c)
Bagaimana manifestasi klinis
hemofilia ?
d)
Bagaimana patofisiologi
hemofilia ?
e)
Bagaimana pemeriksaan
diagnostik hemofilia ?
f)
Bagaimana pemeriksaaan
penunjang hemofilia ?
g)
Bagaimana penatalaksanaan
hemofilia ?
h)
Bagaimana discharge planning
pada pasien hemofilia ?
i)
Bagaimana cara memberikan
asuhan keperawatan pada pasien hemofilia ?
1.3 Tujuan
a)
Umum
Agar mahasiswa
mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien hemofilia
b)
Khusus
·
Mengetahui devinisi hemofilia
·
Mengetahui etiologi hemofilia
·
Mengetahui manifestasi klinis
hemofilia
·
Mengetahui patofisiologi
hemofilia
·
Mengetahui pemeriksaan diagnostik hemofilia
·
Mengetahui pemeriksaaan penunjang hemofilia
·
Mengetahui penatalaksanaan
hemofilia
·
Mengetahui discharge planning
pada pasien hemofilia
·
Mengetahui cara memberikan
asuhan keperawatan pada pasien hemofilia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
Darah merupakan cairan ektraseluler yang terletak dalam
saluran yakni pembuluh darah, yang terdiri atas pembuluh darah dan sel darah.
Fungsi darah :
a)
Transportasi pernapasan, dimana sebagian besar oksigen
diangkat oleh eritrosit dari alveoli ke organ atau jaringa tubuh, dan
karbondioksida diangkut oleh jaringan oleh plasma darah menuju alveoli paru
b)
Transfortasi zat makanan, mineral, vitamin, elektrolit,
dan air dari gastrointestinal menuju hati melalui proses metabolisme, baru
kemudian ke organ atau jaringan tubuh lain.
c)
Transportasi metabolit atau hasil sisa yakni zat yang
tidak digunakan dikirim ke ginjal untuk selanjutnya di keluarkan melalui urine.
d)
Transportasi hasil suatu jaringan atau organ seperti
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar akan diangkut oleh darah.
e)
Transportasi hasil metabolisme di hati diangkut oleh
plasma sel dan limfosit, leukosit yang berperan dalam fagositosis.
f)
Mempertahankan keseimbangan asam dan basa, juga sebagai
transportasi bahan – bahan yang diberikan melalui cairan yang lewat aliran
darah.
g)
Hemostasis yang terletak pada plasma darah. Proses
hemostatasis ini merupakan upaya untuk mempertahankan hilangnya darah akibat
kerusakan pembuluh darah atau pecah.
Ø
Proses homeostasis melalui berbagai tahap,
yakni tetap vascular, koagulasi, serta dan rekontruksi.
1. Tahap vascular.
1. Tahap vascular.
Tahap ini merupakan tahap awal dari kerusakan pembuluh darah, dapat
terjadi vasokontriksi lokal dan retraksi, kemudian trombosit akan mengadakan
agregasi, aglutinasi berperan atau akan lisis dan mengeluarkan bahan untuk
proses homeostasis seperti serotinin.
2. Tahap koagulasi
Pada tahap koagulasi, faktor pembekuan dan zat yang menghambat koagulasi
atau anti koagulan berperan dan terjadi keseimbangan. Proses koagulasi terdiri
atas tiga tahap. Diawali dengan proses pembekuan aktifator protrombin, perubahan
protombin menjadi trombin,dan perubahan frbrinogen menjadi fibrin.
Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dalam 3 tahap dasar yaitu :
a)
Pembekuan tromboplastin plasma intrinsik yang juga
disebut tromboplastogenesis, dimulai dalam trombosit, terutama faktor trombosit
III dan faktor pembekuan lain dengan pembekuan kolagen.
b)
Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisasi
oleh tromboplastin, faktor IV, V, VII.
c)
Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator
trombin, faktor trombosit I dan III
3.Tahap pembersihan dan rekontruksi.
Merupakan tahap akhir dalam proses hemostasis berupa proses fibrinolisis
dan pembentukan jaringan baru pada jaringanyang mengalami kerusakan.(Hidayat,
2006 ).
Ø
Faktor-faktor pembekuan darah:
a)
Faktor I(fibrinogen)
b)
Faktor II ( protombin )
c)
Faktor III(tromboplastin )
d) Faktor
IV ( kalsium dan bentuk ion )
e)
Faktor V ( proaseleran, faktor labil )
f)
Faktor VII ( prokonverin, faktor stabil )
g)
Faktor VIII (AHG = Antihemophilic Globulin / faktor
pembekuan darah)
h)
Faktor IX (PTC = Plasma Thrombo ( lastin Antecedent )
i)
Faktor XII ( hageman )
j)
Faktor XIII ( faktor stabilitas febrin ).
Ø
Perbedaan proses pembekuan darah antara
orang normal dan penderita hemofilia
Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah
jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan
proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1)
dengan penderita hemofilia (Gambar 2).
Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan.
Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan.
|
|
||||||||
Gambar 1
|
|
||||||||
|
|
|
|
Gambar
2
2.2 Definisi
Hemofilia berasal dari bahas Yunani Kuno, yang terdiri
dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau
kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya
diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan
.(www.hemofilia.or.id ).
Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan
oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003
).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kogenital paling
sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VII, IX atau
XI yang ditemukan secara genetik ( Nelson, 1999 )
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau
didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan
intermiten ( Price & Wilson, 2005 ).
Hemofilia
adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan kelainan pembekuan darah herediter
pada trombosit yang tidak bisa membuat factor VIII (AHF/antihemopilitic
factor). (Arita Murwani,2008.90)
Hemofilia
merupakan kelainan perdarahan herediter terikat
resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi factor pembekuan
esensial yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X. (Wiwik Handayani,Andi
Sulistyo Haribowo,2008.119)
|
Ø
Klasifikasi Hemofilia
a)
Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama :
·
Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini
adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah.
·
Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi
karena kekurangan faktor 8 ( Faktor VIII ) protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Sekitar 80% kasus hemofilia
adalah hemofilia A.
b)
Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama :
·
Christmas disease : karena ditemukan untuk
pertama kalinya pada seorang yang bernama Steven Christmas asal Kanada.
·
Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi
karena kekurangan faktor 9 ( Faktor IX ) protein pada darah yang menyebabkan
masalah pada proses pembekuan darah. Faktor IX diproduksi hati dan merupakan
salah satu faktor pembekuan dependen vitamin K. Penderita Hemofilia B sekitar
12-15% .
|
Ø
Tingkatan Hemofilia
Hemofilia A dan B
dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
Klasifikasi
|
Kadar FVIII dan FIX di dalam darah
|
Episode perdarahan
|
Berat
|
<
1% dari jumlah normal
|
Perdarahan
spontan,perdominan pada sendi dan otot
|
Sedang
|
1% -
5% dari jumlah normal
|
Perdarahan
spontan kadang-kadang.Perdarahan berat dengan trauma.
|
Ringan
|
5%-30%
dari jumlah normal
|
Perdarahan
berat dengan trauma / pembedahan mayor
|
Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki
kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam
darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang -
kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan
dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh
yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang
mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi
tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita
hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami
menstruasi.
2.3 Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen
faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), dikelompokkan sebagai hemofilia A dan
hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait-X (Ginsberg, 2000). Oleh karena itu, semua anak
perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah carier penyakit, dan
anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang carier
memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi
wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu carier), tetapi keadaan
ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga
dan mungkin akibat mutasi spontan(Hoffbrand, Pettit, 1993).
a) Keadaan
keturunan pada kromosom jenis kelamin.
Ibu yang memiliki dua kromosom X, menghasilkan sebuah sel telur yang
mengandung kromosom X. Ayah yang menghasilkan satu kromosom X dan satu kromosom
Y, menghasilkan sel sperma yang mengandung kromosom X atau Y. Jika ayah
menyumbangkan kromosom X-nya, keturunan yang terjadi adalah anak perempuan. Dan
jika ayah menyumbangkan kromosom Y, maka keturunan yang terjadi adalah anak
laki-laki.Hemofilia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menghasilkan
Faktor VIII dan IX. Dan ini terjadi pada kromosom X.
b) Seorang
laki - laki penderita hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita
normal.
Semua anak perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia (carrier),
jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia dari sang ayah.
Dan semua anak laki - laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi
kromosom Y normal dari sang ayah.
c) Seorang
laki- laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia.
·
Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka
anak tersebut 50% kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana
kromosom X pada anak laki - laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan
terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang mengalami
mutasi, maka ia akan terkena hemofilia.
·
Sama halnya dengan anak laki-laki jika
mereka mendapatkan anak perempuan ,maka anak tersebut memiliki 50% kemungkinan adalah pembawa
sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal dari sang
ibu. Dan sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki
sifat hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia.
d) Seorang penderita hemofilia lahir dari
seorang ibu yang bukan carrier.
Diperkirakan sampai dengan 30 % terjadi kasus dimana seorang penderita
hemofilia lahir pada sebuah keluarga tanpa
hemofilia.
Ø
Faktor-faktor hemofilia :
a)
Faktor congenital
Bersifat
resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan
darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau
perdarahan spontan atau perdarahan yang berlbihan setelah suatu trauma.
Pengobatan : dengan memberikan plasma normal atau konsetrat faktor yang kurang
atau bila perlu diberikan transfusi darah.
b)
Faktor didapat.
Biasanya
disebabkan oleh defisiensi faktor II ( protombin ) yang terdapat pada keadaan
berikut : Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor
darah khususnya faktor II mengalami gangguan.
Pengobatan
: umumnya dapat sembuh tanpa pengobatan.
2.4 Manifestasi Klinis
a)
Masa bayi ( untuk diagnosis )
·
Perdarahan berkepanjangan
setelah sirkumsisi.
·
Ekimosis subkutan diatas
tonjolan – tonjolan tulang (saat berumur 3 – 4 bulan ).
·
Hematoma besar setelah infeksi.
·
Perdarahan dari mukosa oral.
·
Perdarahan jaringan lunak.
b) Episode perdarahan ( selama rentang hidup ).
·
Gejala awal, yaitu nyeri.
·
Setelah nyeri, yaitu bengkak,
hangat dan penurunan mobilitas.
c)
Sekuela jangka panjang.
·
Perdarahan berkepanjangan dalam
otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.
2.5 Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit
koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (
hemofilia A ) atau faktor IX ( hemofilia B atau penyakit Christmas ).
Keadaan ini adalah
penyakit kongenital yang di turunkan kongenital yang oleh gen resesif X- Linked
dari pihak ibu. Faktor VIII dan IX plasma kurang dari 1 %. Hemofilia sedang
terjadi bila konsentrasi plasma antara 1 % dan 5 % dan hemofilia ringan terjadi
bila konsentrasi plasma antara 5 % dan 25 % dari kadar normal.
Kecacatan dasar dari
hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII antihemophilic factor ( AHF ). AHF
diproduksi oleh hati dan merupakan utama dalam pembebtukan tromboplastin pada
pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang
dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka
dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3
trombosit, yang sangat penting untuk mengawali sistem pembekuan, sehingga
untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir – pinggir pembuli darah yang cidera
dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sistem
fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang
mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair.
WOC
Gangguan konsep diri
|
Kerusakan darah /berkontak dengan kolagen
|
Faktor XI
|
FXI teraktivasi
|
Hemofilia
|
FXII teraktivasi
|
HMW,Kinogen
|
Faktor XII
|
Tanpa FVIII dan FIX FIX tidak teraktivasi
|
Trombin tidak terbentuk
|
Perdarahan
|
Fosfolipid trombosit
|
Jaringan dan sendi
|
Nyeri
|
Sintesis energi terganggu
|
Resiko injuri
|
Mobilitas terganggu
|
Syok
|
Ca
|
Ø
Komplikasi
1)
Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai
benda asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsetrat faktor
diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangnya. Suatu inhibitor terjadi
jika sistem kekebalan tubuh melihat konsetrat faktor VIII atau faktor IX
sebagai benda asing dan menghancurkanya. Pada penderita hemofilia dengan
inhibitor terhadap konsetrat faktor, reaksi penolakkan mulai terjadi segera
setelah darah diinfuskan. Ini berarti konsetrat faktor dihancurkan sebelum ia
dapat menghentikan pendarahan.
2)
Kerusakan sendi akibat pendarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang
didalam dan disekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat di sebabkan
oleh satu kali pendarahan yang berat ( Hemathrosis ).
3)
Infeksi yang ditularkan oleh darah.
Komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan
oleh darah.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Lab. Darah :
Pemeriksaan Lab. Darah :
a)
Hemofilia A
·
Defisiensi factor VIII
·
PTT (Partial Thromboplastin
Time) amat memanjang
·
PT (Prothrombin Time/ waktu
protombin) memanjang
·
TGT (Thromboplastin Generation
Test)/ diferential APTT dengan plasma abnormal
·
Jumlah trombosit dan waktu
perdarahan normal
b)
Hemofilia B
·
Defisiensi factor IX
·
PTT (Partial Thromboplastin
Time) amat memanjang
·
PT (Prothrombin Time)/ waktu
protombin dan waktu perdarahan normal
·
TGT (Thromboplastin Generation
Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a)
Uji skining untuk koagulasi
darah.
·
Jumlah trombosit ( normal
150.000 – 450.000 per mm3 darah ).
·
Masa protombin ( normal
memerlukan waktu 11 – 13 detik ).
·
Masa tromboplastin parsial (
meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik ).
·
Fungsional terhadap faktor VIII
dan IX ( memastikan diagnosis )
·
Masa pembekuan trombin (
normalnya 10 – 13 detik ).
b)
Biopsi hati : digunakan untuk
memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c)
Uji fungsi faal hati
Digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit
hati .Misalnya, serum glutamic – piruvic trasaminase (SPGT ), serum glutamic –
oxaloacetic transaminase (SGOT),fosfatase alkali, bilirubin.
2.8 Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
·
Transfusi periodic dari plasma
beku segar (PBS)
·
Pemberian konsentrat factor
VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan
aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan
pembedahan
·
Hindari pemberian aspirin atau
suntikan secara IM
·
Membersihkan mulut sebagai
upaya pencegahan
·
Bidai dan alat orthopedic bagi
klien yang mengalami perdarahan otot dan sendi.
Ø Terapi
Suportif
·
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah
menormalkan kadar factor anti hemophilia yang kurang.
·
Melakukan
pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
·
Merencanakan suatu tindakan operasi serta
mempertahankan kadar aktivitas factor pembekuan sekitar 30-50%
·
Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi
maka dilakukan tindakan pertama seperti rest, ice, compression, elevation
(RICE) pada lokasi perdarahan
a)
Rest (istirahat), usahakan
seseorang diistirahatkan dan tidak melakukan apapun.
b)
Ice (kompres dengan menggunakan
es), kompres ini berguna untuk menciutkan pembuluh darah dan es juga bisa
berfungsi sebagai penghilang nyeri.
c)
Compression (ditekan atau
dibalut), untuk mengurangi banyaknya darah yang keluar.
d)
Elevation (ditinggikan),
usahakan daerah yang mengalami luka berada pada posisi yang lebih tinggi.
·
Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat
membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi
setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari
selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku
sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup
pasien hemofilia.
·
Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan
pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika
yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan
antikoagulan)
Ø Terapi
pengganti Faktor pembekuan
·
Pemberian factor pembekuan dilakukan 3 kali
seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien
hemophilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan
tersebut dibutuhkan factor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya
yang tinggi.
·
Terapi pengganti factor pembekuan pada kasus
hemophilia dilakukan dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan,
konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor-faktor
pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka
atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.
b)
Penatalaksanaan Keperawatan.
·
Memperhatikan perawatan gigi
agar tidak mengalami pencabutan gigi.
·
Istirahatkan anggota tubuh
dimana ada luka.
·
Gunakan alat bantu seperti
tongkat bila kaki mengalami perdarahan.
·
Kompreslah bagian tubuh yang
terluka dan daerah sekitar dengan es.
·
Tekan dan ikat, sehingga bagian
tubuh yang mengalami perdarahan tidak bergerak
( immobilisasi ).
·
Letakkan bagian tubuh tersebut
dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang
lembut.
2.9 Discharge planning
Terapi
di rumah memungkinkan pasien memperoleh terapi awal yang optimal. Strategi ini idealnya dapat dicapai dengan penyediaan konsentrat faktor pembekuan
atau produk liofilik lain yang aman dan dapat disimpan di dalam kulkas serta
mudah disiapkan. Namun, terapi di rumah dimungkinkan pemberian kriopresipitat,
dengan syarat pasien memiliki lemari pembeku yang sederhana namun dapat
diandalkan dirumah (ini sulit dilakukan). Tetapi konsentrat faktor pembekuan
tidak boleh beku.
a)
Terapi di rumah harus diawasi
secara ketat oleh pusat perawatan komprehensif dan dimulai setelah diberikan
pendidikan dan cara penyediaan obat yang adekuat. Sebuah program sertifikasi
dapat dikerjakan dan teknik dimonitor pada kunjungan secara komprehensif.
b)
Pengajaran harus meliputi
pengenalan perdarahan dan komplikasi pada umumnya, perhitungan dosis,
penyediaan obat, penyimpanan serta pemberian faktor pembekuan, teknik aseptik,
cara melakukan pungsi vena (atau akses kateter vena sentral), pencatatan, dan
juga penyimpanan yang sesuai, pembuangan jarum serta penanganan terhadap
tumpahan darah.
c)
Dorongan, dukungan, dan
supervisi merupakan kunci untuk keberhasilan terapi rumah dan pengkajian kembali
secara periodik terhadap kebutuhan edukasional, teknik, serta kepatuhan harus
dilakukan.
d)
Pasien atau orang tua harus
mencatat kejadian perdarahan yang meliputi tanggal dan lokasi perdarahan, dosis
dan jumlah produk yang dipakai, juga tiap efek samping.
e)
Perawatan rumah dapat dimulai
pada anak-anak muda dengan akses vena adekuat dan anggota keluarga yang sudah
dimotivasi serta menjalani pelatihan adekuat. Anak-anak yang lebih tua dan remaja
dapat belajar menginfus sendiri dengan bantuan keluarga.
f)
Alat akses vena yang
diimplantasi (Port-A-Cath) dapat membuat terapi injeksi jauh lebih mudah,namun sberkaitan
dengan infeksi lokal dan trombosis. Sehingga, risiko dan keuntungan harus dipertimbangkan
dan didiskusikan dengan pasien dan/atau orang tuanya.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOFILIA
A.
PENGKAJIAN
·
Aktivitas
Gejala :kelelahan, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : kelemahan otot
Gejala :kelelahan, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : kelemahan otot
·
Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Gejala : palpitasi
Tanda : Kulit dan membrane mukosa pucat,
deficit saraf serebral/tanda perdarahan serebral
·
Eliminasi
Gejala : hematuria
Gejala : hematuria
·
Integritas ego
Gejala : perasaan tak ada harapan, tak
berdaya
·
Tanda : depresi menarik diri,
ansietas
·
Nutrisi
Gejala : anoreksia, penurunan BB,
·
Nyeri
Gejala :nyeri tulang, sendi, nyeri tekan
sentral, kram otot
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah,
rewel
·
Kemanan
Gejala : riwayat trauma ringan, perdarahan
spontan
Tanda : hematoma
B.
DIAGNOSA
a)
Nyeri yang berhubungan dengan
perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya.
b)
Resiko tinggi injuri
berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai
dengan seringnya terjadi cidera.
c)
Risiko tinggi terhadap gangguan
konsep diri yang berhubungan dengan kesulitan beradaptasi pada kondisi kronis
C.
INTERVENSI
a)
Nyeri yang berhubungan dengan
perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya.
Tujuan:Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang
Kriteria
Hasil : Peningkatan kemampuan
bertoleransi dengan gerakan sendi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a)
Kolaborasi pemberian analgetik oral non opioid
|
Untuk
mengurangi rasa nyeri
|
b)
Motivasi klien untuk bergerak perlahan
|
Dengan
bergerak perlahan diharapkan dapat mencegah stress pada sendi yang terkena
|
c)
Lakukan relaksasi dengan menyuruh
klien berendam air hangat
|
Rendan air hangat dapat
mengurangi nyeri
|
d)
Bantu klien menggunakan alat bantu
|
Alat Bantu
berguna untuk memindahkan
beban tubuh pada sendi yang nyeri
|
b) Resiko tinggi injuri
berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai
dengan seringnya terjadi cidera.
Kriteria hasil : Injuri dan komplikasi dapat
dihindari atau tidak terjadi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a)
Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera.
|
Pasien
hemofilia mempunyai resiko perdarahan spontan tak terkontrol sehingga
diperlukan pengawasan setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera.
|
b)
Ajurkan pada orang tua untuk segera membawa anak ke RS jika
terjadi injuri.
|
Identifikasi
dini dan pengobatan dapat membatasi beratnya komplikasi
|
c)
Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cidera.
|
Orang tua
dapat mengetahui manfaat dari pencegahan cidera atau resiko perdarahan dan menghindari
injuri dan komplikasi.
|
c)Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan
dengan kesulitan
beradaptasi pada kondisi kronis
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan konsep
diri.
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengungkapkan rencana untuk memasukkan keterbatasan ke
dalam gaya
hidup baru.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a) Biarkan
klien dan keluarga mengungkapkan perasaan.
|
Mengekpresikan perasaan
membantu memudahkan koping.
|
b)
Tekankan perlunya untuk mendorong
partisipasi pada perkembangan aktivitas normal yang tidak akan menyebabkan
cedera fisik
|
Perkembangan aktivitas normal
membantu meningkatkan harga diri
|
c) Jelaskan
tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
|
Pengetahuan tentang apa yang diharapkan membantu
mengurangi ansietas.
|
d) Lakukan
pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan
informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas.
|
Penjelasan yang jelas dan sederhana paling baik
untuk dipahami. Istilah medis dan keperawatn dapat membingungkan klien dan
meningkatkan ansietas.
|
D.
EVALUASI
a)
Nyeri berkurang
·
Melaporkan berkurangnya nyeri
setelah menelan analgetik
·
Memperlihatkan peningkatan
kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi
·
Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk
mengurangi nyeri
b)
Melakukan upaya mencegah
perdarahan
·
Menghindari trauma fisik
·
Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan
pengamanan
·
Mematuhi janji dengan
profesional layanan kesehatan
·
Mematuhi janji menjalani pemeriksaan
laboratorium
·
Menghindari olahraga kontak
·
Menghindari aspirin atau obat
yang mengandung aspirin
·
Memakai gelang penanda
c)
Mampu menghadapi kondisi kronis
dan perubahan gaya hidup
·
Mengidentifikasi aspek positif
kehidupan
·
Melibatkan anggota keluarga
dalam membuat keputusan mengenai masa depan dan perubahan gaya hidup yang harus
dilakukan
·
Berusaha mandiri
·
Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan
asuhan kesehatan
d)
Tidak mengalami komplikasi
·
Tanda vital dan tekanan
hemodinamika tetap normal
·
Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam
batas normal
·
Tidak mengalami perdarahan aktif
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit koagulasi
darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII ( hemofilia A )
atau faktor IX ( hemofilia B atau penyakit Christmas ).
3.2 Saran
Untuk
mengetahui seseorang yang menderita hemofilia/tidak sebaiknya dilakukan
pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan
penunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2.
Media Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar